Manusia Menjelang Ajal dan Burung Gagak - Khalil Gibran

Tunggu, tunggu sebentar, sahabatku,
Akan kuserahkan milikku yang tak berguna lagi ini,
Kala penderitaan meregang dan sia-sia
Menghabiskan kesabaranmu
Aku belum memuaskan laparmu yang tulus
Tunggulah sampai detik-detik ini:
Tapi tantai ini, walau terbuat dari nafas
Sukar diputuskan.
Dan kehendak menjemput maut
Lebih kuat dari segala yang kuat,
Ditahan oleh hasrat untuk hidup
Yang lebih lentur daripada segala yang lentur.
Maafkan daku, kawan; yang membuatmu
Terlalu lama menunggu.
Kenangankulah yang menahan nyawaku;
Arak-arakan hari-hari dahulu,
Citra dahulu yang berkembang dalam mimpi,
Wajah yang membujuk kelopak mataku agar berjaga,
Suara yang mengiang dalam telingaku,
Tangan yang menyentuh tanganku,
Maafkan daku karena menunggu terlalu lama.
Dan sekarang lihatlah sudah, semua mengabur:
Wajah, suara tangan dan kabut yang hadir di sini.
Simpul terbuka.
Tambang terputus.
Mari, makanan dan minuman tidak disingkirkan,
Kemarilah, kawanku yang lapar;
Dan santapan, secukupnya, serta cadangan,
Disajikan dengan kasih-sayang.
Mari, patukkan paruhmu di sini, disisi kiri,
Patahkan sangkat, bebaskan burung kecil ini,
Sayapnya tak mampu mengepak lagi:
Aku ingin ia membumbung bersamamu ke angkasa tinggi
Kini marilah, kawanku, malam ini enggau kujamu.
Wahai, tamuku yang terhormat.

(dari : Sang Pralambang)
Bookmark and Share
Tags:

    You may also like :

bepemedia

Creative Communication Solutions
Internet Solutions

0 comments

Leave a Reply