Puisi-puisiku bagaikan roti dari Mesir:
boleh jadi seseorang jadi melewatkannya begitu saja,
dan engkau tidak dapat mengunyahnya
lebih banyak lagi.
Karenanya, telanlah sekarang,
manakala dia masih segar,
sebelum debu dunia ini hinggap diatasnya.
Tempat yang tepat bagi puisi adalah di sini:
di dalam kehangatan dada,
di dunia luar sana, dia mati kedinginan.
Perhatikanlah seekor ikan,
taruhlah di atas tanah yang kering,
dia menggelepar beberapa menit,
setelah itu dia terdiam.
Bahkan jika engkau menelan puisi-puisiku sewaktu mereka masih segar,
engkau masih harus menghadirkan sendiri berbagai khayal.
Sesungguhnya, sahabatku,
yang engkau telan adalah khayal-mu sendiri.
Ini bukanlah sekumpulan peribahasa usang.
- Terkini
- Komentar
Twitter
Video
Penyair
Abdul Hadi Widji Muthari
(24)
Abdurrahman Jami
(1)
Abu Nawas
(1)
Abu Tanam
(1)
Aidh al-Qarni
(2)
Aisyah ra.
(2)
Al Futuhat
(1)
Al Ghazali
(1)
Al Muktashim
(2)
Ali Bin Abi Thalib.
(1)
An-Niffari
(3)
As-Sadi Asy-Syairazi
(1)
As-Sanai
(6)
Asy Syafii
(13)
BJ Habibie
(2)
Bung Karno
(4)
Chairil Anwar
(72)
Dorothy Law Nolte
(2)
Elia Abu Madhi
(1)
Fariduddin Attar
(4)
Gabriela Mistral
(1)
Hafiz
(5)
HAMKA
(6)
Hamzah Al-Fansuri
(5)
Hasan al Basri
(1)
Ibn ‘Arabi
(2)
Ibnu Sina
(1)
Imam Bukhari
(1)
Jalaluddin Rumi
(108)
KH. Abdurrahman Wahid
(1)
Khalil Gibran
(62)
Muhammad Iqbal
(7)
Mustofa Bisri
(6)
Rabiah
(21)
Sunan Bonang
(2)
Sunan Kalijaga
(1)
Taufiq Ismail
(38)
Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud
(1)
Umar Khayyam
(17)
Unknown
(2)
WS Rendra
(23)
Yunus Emre
(16)
0 comments