Doa - Abdul Hadi Widji Muthari

Kau adalah ruh dari ruh alam semesta
Kebun-kebun kami subur dan riang

Disebabkan curahan kasihsayang-Mu
Namun karena rumah Cinta telah kami tinggalkan
Lihat, jiwa kami kini kerontang jadinya
Dan Kau pun lari meninggalkan kami

Melalui seruling kehidupan Kautiupkan lagu
“Sungguh, takkan berubah nasib suatu kaum
Jika tak mampu merubah alam pikirannya yang beku”

Hibur hati kami yang sedih, tuang
Anggur cerlang dan hangat itu sekali lagi
Ke dalam gelas dan tenggorokan kami yang hampa

Himpunlah daun yang berserak-serak ini
Jadikan kembali pohon penghias tamanmu naung
Sungguh, hidup ini akan iri pada mati
Jika mati demi Kau dan di jalan-Mu pula
Tinggallah dalam jiwa kami sekali lagi
Dengar seruan ‘Aku lebih dekat’-Mu dalam kalbu kami

Jangan sembunyikan wajah pemurah-Mu
Dari tatapan mata kami yang kosong
Jadikan kami sekali lagi pemikul ayat-ayat-Mu
Beri kami ketaatan mengabdi demi satu tujuan
Padukan iman kami seperti Ibrahim
Bisikkan pada hati kami, “Jangan takut kepada selain Tuhan!”

Jika hati kami terlalu liat dan keras
Lembutkan dan rubah jadi lantunan merdu suara Daud
Jika lembek, tempalah jiwa kami seperti Kau tempa jiwa Musa
Jika redup, nyalakan lagi suluh terang Rumi di rumah kami
Jika ciut, karuniai kami ketabahan Ayub dan Yusuf
Berpangku tangan bukan kebiasaan orang beriman

Jadikan lagi kami puncak gunung dengan api menyala
Agar berhala keraguan dapat kami hancurkan.
Karena kunci Tauhid telah lepas dari tangan umat
Lihat, kini kami tercerai berai di papan catur kehidupan
Bintang-bintang kami redup di keluasan langit kelam
Menunggu sirna dihalau sinar matahari siang

Kami ini satu rumpun, sebuah keluarga besar
Arab, Jawa, Persia, Tajik dan Melayu
Namun kami tak lagi saling mengenal
Hidupkan lagi ajaran saling mencinta antara kami
Pun umat dan kaum yang lain
Sebab jika satu kaum saja yang mencinta di bumi ini
Tentu dunia ini akan tetap porak poranda

Malam-malam kami hampa, siang-siang kami kerontang
Apa arti hidup ini jika hanya memohon dan meratapi takdir?
Mengapa pula kami harus membangun rumah untuk orang lain
Dan lupa menjelmakan keinginan kami sendiri?
Ombak bergumul ombak, karang bertarung melawan gelombang
Dari perarungan hidup dan mati ini
Akan terjelma lagu merdu kehidupan

Meminta-minta bukan kebiasaan mukmin sejati
Haram baginya tidak memasak makanannya sendiri
Karuniai lagi kami cinta Salman dan Bilal
Ubahlah hati umat yang kecut menjadi manis
Ajari lagi kami rahasia La ilah
Bisikkan kembali makna Illa`Llah ke dalam kalbu kami

Tuntun lagi kami berkhidmat menaati kewajiban
Kau Maha Mulia, sedang kami begitu hina
Limpahi lagi kemulian pada kami yang dina ini
Beri kami kekayaan hati seperti Sayidina Ali
Anugerahi lagi kami semangat mencari seperti al-Kindi dan Biruni
Beri kami lagi kejembaran pikiran Ibn Sina dan al-Ghazali

Telah lama kami ratapi takdir
Namun takdir selalu menghindar dari kami
Umat hanya gemar berdoa dan memohon
Namun pelita budi dan akal mereka telah padam
Kekayaan hikmah dan kearifan dari kalam suci-Mu
Telah terkubur oleh kebodohan dan taklid buta

Apa arti hidup, jika tidak untuk menjelmakan diri
Mengapa kami harus membangun rumah
Menurut rancangan dan keinginan orang lain?
Kau adalah jiwa dari jiwa alam semesta
Tampiklah kami jika hanya gemar memohon
Ajari kami berikhtiar menyingkap tabir rahasia takdir

Kami ini faqir, hanya kepada-Mu berlindung
Beri kami kesetiaan mengabdi demi satu tujuan
Malam-malam kami hampa, siang-siang kami kerontang
Kami kaya, namun kebodohan telah merampas kekayaan kami
Kegemaran kami bukan memohon, namun jika kami memohon
Lindungi kami dari tangan si zalim seperti Namrud dan Fir’aun

Kau Maha Besar, jangan biarkan kami
Porak poranda di tengah kebesaran-Mu
Perlihatkan wajah pemurah-Mu pada penglihatan kalbu
Dengar seruan dalam hati kami senantiasa
“Timur dan Barat adalah milik-Nya” “Dan ke mana pun
kau memandang, akan kaulihat wajah Tuhan!”

Ajari lagi kami rahasia makna Kun Fayakun
Tanamkan lagi ke dalam kalbu kami
Kalimat agung Alastu birabbikum!
Terangi ruang ini dengan lampu Wa Huwa ma`akum
Sesungguhnya Dia senantiasa bersamamu
Campakkan semua kepura-puraan ini

Jadikan lagi kami khalifah-Mu di muka bumi
Baghdad, Kordoba, Bukhara – kini hanya tinggal nama,
Pun Isfahan, Agra dan Aceh Darussalam
Gemakan lagi panggilan azan-Mu dari lubuk hati kami
Ajari kami sekali lagi makna seruan “Tak gentar!”
Hingga kami terbangun dari tidur yang nyenyak ini

__________
Mekkah – Jakarta 2003
Bookmark and Share
Tags:

    You may also like :

bepemedia

Creative Communication Solutions
Internet Solutions

0 comments

Leave a Reply